Pages

Sunday, July 9, 2017

Eko Sulistio, Menapaki Dunia Demi Kemanusiaan

Tak banyak orang rela mengorbankan waktu, tenaga, dan pikirannya demi membantu sesama. Terlebih jika membantunya di tempat-tempat  pengungsian, baik di dalam maupun luar negeri, baik di tempat pengungsian akibat bencana maupun tempat pengungsian akibat konflik. Dibutuhkan mental yang tangguh berada di tempat tersebut. Akan tetapi, pada dasarnya setiap orang dapat berbuat baik membantu sesamanya meski cara dan jalan yang dilakukan berbeda.

Eko sedang mendistribusikan bantuan daging Qurban di lokasi pengungsian Al-Adala, 
Mogadishu, Somalia, 15 November 2012

Menjadi sukarelawan kemanusian merupakan panggilan jiwa. Salah seorang yang terpanggil untuk menjadi sukarelawan kemanusian ialah Eko Sulistio. Pria kelahiran Yogyakarta, 44 tahun silam ini telah menapaki tempat-tempat pengungsian di berbagai negara, seperti tempat pengungsian akibat bencana kelaparan di Somalia.

Hobby pencinta alam sejak SMA menjadi fondasi yang kuat bagi Eko untuk menjadi sukarelawan kemanusiaan. Kecintaannya terhadap alam tumbuh sejak duduk di bangku SMA N 3 Jakarta. Ia bahkan pernah menjadi Ketua Sabhawana, organisasi pencinta alam di sekolahnya tahun 1991. Melanjutkan kuliah pada Jurusan Pendidikan Geografi UNJ makin menambah wawasannya tentang interaksi manusia dengan lingkungan. Bagi Eko, interaksi dengan lingkungannya diwujudkan dengan membantu sesama. Semasa kuliah Eko mulai aktif terlibat dalam pencarian dan evakuaasi pendaki yang hilang atau tersesat di gunung.

Tsunami Aceh Menumbuhkan Spirit Kemanusiaan
Gempa bumi dan tsunami Aceh tahun 2004 menjadi awal mula bagi Eko untuk menjadi sukarelawan kemanusiaan secara total. Saat itu, suami dari Nurvitasari ini merupakan seorang wirausahawan wisata alam terbuka, salah satunya ialah kegiatan simulasi tempur yang diberi nama Spirit Paintball. Lokasi Spirit Paintball ada di beberapa tempat, antara lain Cibubur, Citarik, Anyer, dan Purwakarta.
Saat peristiwa tsunami Aceh tahun 2004 Eko dihubungi oleh temannya yang menanyakan perlengkapan lapangan yang dibutuhkan jika akan mendirikan posko kemanusiaan. Sebagai orang yang paham tentang kegiatan alam terbuka dan tanggap bencana tak sulit bagi Eko memberikan daftar barang dan perlengkapan yang diminta temannya. Sayangnya, teman Eko tak tahu harus membeli di mana barang-barang perlengkapan tersebut. Eko pun kemudian menawarkan membeli barang-barang tersebut melalui dirinya. Oleh karena berbagai hal, Eko diminta sekalian mengantar barang-barang tersebut ke Aceh. Eko pun menyanggupinya meski ia tahu sebenarnya jadwal penerbangan ke Aceh sedang tak menentu.
Sebagai bentuk tanggung jawab dengan berbagai upaya dilakukan Eko hingga akhirnya barang-barang tersebut sampai di Bandara Aceh. Sayangnya, begitu barang-barang sampai, tim relawan yang dibentuk oleh teman Eko tak jelas kelanjutannya. Saat menghubungi temannya yang memesan barang tersebut Eko diminta meninggalkan barang-barang di Bandara. Mendengar jawaban dari  temannya seperti itu membuat pikirannya menjadi berkecamuk. Satu sisi ia mendapat keuntungan dari hasil pembelian barang-barang tersebut, sementara di sisi yang lain ia merasa keuntungan yang didapat tak layak karena barang-barangnya tak jelas peruntukannya.
Ayah dari satu putra dan dua  putri ini kemudian menyempatkan diri melihat-lihat kondisi daerah yang terkena dampak tsunami. Seperti yang ia ceritakan, pemandangan di sekitarnya ialah kehancuran lingkungan dan korban jiwa yang masih tergeletak di mana-mana.
Saat itulah spirit dan jiwa kemanusiaan yang telah ia pupuk sejak SMA makin tumbuh untuk turut terlibat langsung mengevakuasi korban. Akan tetapi, melihat kondisi Aceh yang porak-poranda sementara persiapan hanya untuk keperluan mengantar barang, Eko pun kembali ke Jakarta. Eko menyampaikan keinginannya  kembali ke Aceh untuk membantu evakuasi korban jiwa kepada istrinya.
“Bunda, kita dapat uang ini dari orang-orang itu,” kata Eko kepada istrinya saat menonton tv yang tengah menyiarkan kondisi Aceh. Sebagai istri, Vivi tahu betul spirit kesukarelawanan sang suami. Eko pun mendapat restu dari sang istri untuk berangkat ke Aceh.
Segala perbekalan pribadi siap, tetapi Eko merasa perlu bergabung dengan organisasi atau lembaga yang memiliki kredibilitas selama di Aceh. Hal itu menjadi pertimbangan agar selama di Aceh ia benar-benar bekerja untuk kemanusiaan. Eko terus mencari informasi adanya lembaga atau organisasi yang akan berangkat ke Aceh. Bak gayung bersambut, sebuah BUMN menghubungi dan mengundangnya untuk memaparkan kondisi Aceh pasca tsunami karena BUMN tersebut akan melakukan misi kemanusiaan di Aceh. Eko pun akhirnya bergabung dengan tim kemanusiaan BUMN tersebut. Eko merupakan satu-satunya relawan yang bukan karyawan BUMN itu. Eko juga diberi kepercayaan pengadaan barang-barang yang diperlukan.
Tak perlu waktu lama bagi Eko untuk menyediakan segala perlengakapan yang dibutuhkan. Ia kemudian menghubungi kenalannya pemilik toko aneka perlengkapan besar di Jakarta. Transaksi pun dilakukan. Barang-barang sesuai  catatan pembelian diterimanya dan Eko pun membayar sesuai harga yang diberikan.
Ternyata ada bagian yang sangat mengharukan bagi Eko saat itu, bahkan ia sempat menitikkan air mata ketika menceritakan kembali kisahnya kepada saya pada Rabu malam (3/5). Uang pembayaran yang telah diserahkan ternyata diberikan kepadanya oleh pemilik toko untuk uang operasional selama di Aceh.
“Haru. Menitikkan air mata. Tak dapat berkata-kata. Itulah yang Ane rasakan saat itu, ya seperti sekarang ini,” cerita Eko yang sempat terputus kata-katanya.
“Jadi, sebenernya ada orang yang mau membantu korban tsunami Aceh, tetapi tidak tahu harus bagaimana. Seperti itulah yang Ane temui setelah Ane kembali nganter barang dari Aceh itu. Itulah yang makin membulatkan tekad Ane untuk berangkat ke Aceh,” lanjutnya menceritakan. 

Menapaki Dunia demi Kemanusiaan
Eko bersama timnya sudah berpengalaman membantu evakuasi korban bencana, baik di dalam maupun luar negeri. Tak sedikit biaya operasional berasal dari kantong pribadinya. Akan tetapi, itu semua tak ada artinya bagi pria yang memiliki kegemaran maraton dan naik gunung ini jika dibandingkan dengan ketenangan hati dan jiwanya setelah membantu sesama.
Bersama tim relawan yang dimilikinya Eko bergabung dengan lembaga kemanusiaan nasional PKPU saat terjun ke daerah bencana. Eko memang sukarelawan ahli bidang kebencanaan (disasters) di PKPU. Eko bahkan pernah diganjar dengan PKPU Award sebagai Relawan Rescue tahun 2015.
Evakuasi korban bencana di dalam negeri yang pernah dilakukan Eko bersama timnya, antara lain evakuasi korban letusan Gunung Merapi (2010), kecelakaan Pesawat Sukhoi di Gunung Salak (2012), banjir Jakarta (2014), tanah longsor Banjarnegara (2014), pencarian pesawat AirAsia di Selat Karimata (2015), dan misi kemanusiaan gempa bumi Aceh (2016).

Evakuasi korban letusan G. Merapi (2010)
Selama di Aceh Eko menjalin hubugan dengan organisasi kemanusiaan dari berbagai negara. Salah satu organisasi kemanusiaan dunia yang kemudian menjalin hubungan dengan Eko adalah Lazarus Human Aid dari Finlandia. Setelah misi kemanusiaan BUMN di Aceh selesai, Eko kemudian bergabung dengan Lazarus Human Aid untuk melanjutkan membantu evakuasi dan kegitan kemanusiaan lainnya. 



Evakuasi korban jatuhnya Sukhoi di
G. Salak, Bogor (2012)

Kini misi kemanusiaan Eko dilakukan bersama Kwartir Nasional Pramuka. Seragam Pramuka selalu dikenakannya setiap mengemban tugas kemanusian. Seragam Pramuka membuat Eko lebih mudah dalam menjejakkan kaki di daerah pengungsian di luar negeri. Misi kemanusiaan Eko di luar negeri, antara lain saat gempa Turki (2011), bencana kelaparan Somalia (2012), pengungsian akibat konflik saudara di Myanmar (2013), bencana topan hayan di Filipina (2013), jalur Gaza, Palestina (2014), gempa Nepal (2015), kerusuhan bernuansa SARA di Myanmar (2016), dan bencana kelaparan di Somalia (2017).
 
Bersama pengungsi Kaamil di Mogadishu, Somalia akibat 
bencana kelaparan dan kekeringan serta konflik sosial (2017)
Spirit Paint Ball, Gratis untuk Anak-anak Yatim
Salah satu pengalaman yang menginspirasi Eko sehingga makin antusias untuk berbagi ialah saat dirinya menjalankan misi kemanusiaan di Turki. Saat itu di bandara di Turki ia dijemput seorang relawan. Eko menyampaikan kepada penjemputnya bahawa ia harus berbelanja berbagai kebutuhan, baik pribadi maupun untuk kebutuhan pertolongan.
Eko dibawa ke sebuah toko yang sangat besar. Selesai belanja dan saat akan melakukan pembayaran Eko langsung diajak berangkat tanpa membayar belanjaan. Eko sempat bingung dan menanyakan kenapa tidak membayar. Ternyata, orang yang mengemudikan kendaraan penjemput Eko ialah pemilik toko tersebut. Betapa kaget dan terharunya Eko. Orang tersebut juga menceritakan bahwa pada hari tertentu ia mengajak anak-anak yatim ke tokonya agar dapat menikmati berbagai barang, terutama makanan secara gratis. Pengalaman tersebut menginspirasi Eko untuk menggratiskan permainan paintball usaha miliknya bagi anak yatim dan kaum dhuafa setiap hari Senin dan Kamis. Selain itu, sebagian besar keuntungan dari wirausaha keluarga yang dikelola istrinya itu digunakan untuk kegiatan kemanusiaan.

Bermain paintball gratis untuk anak-anak yatim setiap Senin dan Kamis
Cerita panjang spirit kesukarelawanan dan kemanusiaan Eko menyiratkan bahwa berbuat kebaikan demi kemanusiaan dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, di mana saja, dan seberapa pun besarnya. “Tak perlu juga harus seperti saya untuk bisa membantu orang lain,” kata Eko menutup ceritanya.

*Foto-foto: Dokumentasi Eko Sulistio

No comments:

Post a Comment