Pages

Saturday, August 9, 2014

[Film] Negeri Tanpa Telinga: Kado untuk Politikus Pemain Sirkus

Parpol-parpol sedang berpawai (INDONESIAN All Stars Circus)
(Sumber: FB Negeri Tanpa Telinga)

***
Tragis. Menyedihkan. Membuat geram. Paling tidak seperti itulah yang saya rasakan di akhir tayangan film “Negeri Tanpa Telinga” yang disutradarai dan diproduseri oleh Lola Amaria ini. Bagaimana tidak, seorang tukang pijit harus merusak pendengarannya sendiri dengan menusukkan alat pembersih telinga ke dalam telinganya. Hal itu dilakukan hanya karena ia tak ingin lagi mendengar suara-suara curhatan politikus pelanggannya ketika sedang dipijit.

Adalah Naga, seorang tukang pijit -diperankan oleh Teuku Rifnu Wikana- yang setiap saat telinganya mendengarkan cerita-cerita politikus tentang urusan pekerjaan, proyek, bahkan urusan rumah tangga. Naga yang rakyat biasa melalui telinganya justru dapat mendengar banyak hal tentang perilaku para politikus. Naga dengan keluguannya  selalu menasihati para pelanggan jasanya yang politikus itu agar tidak terlalu stress dalam memikirkan pekerjaanya. Akan tetapi, Naga tidak tahu bahwa di balik yang diceritakan politikus-politikus itu sebenarnya tersimpan watak keserakahan.

Naga sedang memijit Pak Piton Wangsalaba (Ketua Partai MARTOBAT)(Sumber: FB Negeri Tanpa Telinga)

Partai Amal Syurga yang diketuai Ustad Etawa (Lukman Sardi) tak mau melewatkan korupsi melalui proyek di pemerintahan berupa kerja sama impor daging domba. Perilaku ini tentu saja sangat kontras dengan segala aktivitas partai yang selalu menggunakan dalih dan simbol keagamaan.

Sementara itu,  Partai MARTOBAT yang diketuai  oleh Piton Wangsalaba (Ray Sahettapy) dengan rencana korupsi di proyek Bukit Khayangan melakukan berbagai lobi demi meloloskan anggaran. Tikis Queenta (Kelly Tandiono) sebagai kader Partai MARTOBAT bahkan melakukan lobi terhadap lawan politik yang menghambat proyeknya dengan tubuhnya (sex).

Bagaimana Naga menjadi menderita atas perilaku politikus itu? Bagaimana lobi-lobi politis tentang sebuah proyek dilakukan oleh para politisi? Tonton saja film yang tayang di bioskop mulai 14 Agustus ini. Banyak yang akan Anda tertawakan di film ini, bahkan tanpa Anda sadari mungkin Anda sebenarnya malah menertawakan diri sendiri.

***
Sebuah film drama realitas sosial dan politik ini layak Anda tonton. Apalagi bagi Anda yang sedang geram dengan para politikus dan partai yang ada di negeri ini. Tonton dan tertawakanlah mereka. Saya sendiri banyak tertawa saat menonton film ini bersama para pemainnya saat acara peluncuran Film Negeri Tanpa Telinga di XXI Club Djakarta Theatre, Kamis, 7 Agustus 2014 yang lalu.
"Ide ceritanya ya dari berita yang kawan-kawan media tulis...." kata Lola Amaria
(Dok. Pribadi)
Film yang menurut sang sutradara idenya berasal dari pemberitaan-pemberitaan media ini diklaim oleh penulis naskahnya penuh dengan pesan moral. Akan tetapi, menurut saya tak terlalu kentara pesan moral yang dimaksud selain hanya sebuah sindiran-sindiran politik. Andai saja anak Naga yang masih sekolah itu menanyakan tentang korupsi kepada ayahnya, kemudian sebaliknya ayahnya menjelaskan korupsi dan akibatnya, pesan moral itu jauh lebih gampang dan gamblang tersampaikan. Itulah persepsi, mungkin setelah menonton Anda akan punya persepsi yang berbeda dengan saya.

Namun, film drama komedi sindiran ini menurut saya secara tegas (nyata) dan berani hanya menyindir  perilaku kader dua partai, yaitu Demokrat (dalam film: Partai MARTOBAT) dan PKS (dalam film: Partai Amal Syurga). Perilaku koruptif politikus selain dari kedua partai tersebut sepertinya tidak tampak dalam film ini, padahal sebenarnya ada partai besar lain yang kadernya lebih banyak melakukan korupsi.

Bagaimana pun juga, emblem Merah Putih di dada kiri baju seragam anak Naga cukup memberi sentuhan nasionalisme, dan hal kecil itu memang diatur dalam Permendikbud No. 45/2014 tentang Seragam Sekolah.

“Kesalahan dapat dimaafkan, tetapi tidak dapat dilupakan” [Tikis Queenta]

Selamat menonton.

4 comments:

  1. Spolier yang dideskripsikan di alinea awal, malah bikin penasaran dengan film ini, eksekusi menusuk kuping itu berkesan jadi semacam simbolisasi... adegan2 selebihnya di film NTT yg saya baca dari blog Mas Bagass dan Mas Reza, yup biasa karena menyindir langsung demokrat dan PKS, tidak satire...

    ReplyDelete
    Replies
    1. trims udah mampir mas @Ahmed... ditunggu undangan2 berikutnya hehehe.....

      Delete
  2. Salut dengan cara bercerita nya.... bikin yang baca jadi penasaran pengen nonton

    ReplyDelete
    Replies
    1. baru belajar mbak :) .. trims sudah mampir...

      Delete