Pages

Sunday, April 29, 2012

Diplomasi “Buku Pelajaran” Ala Korea Selatan


Sekitar 5 atau 7 tahun yang lalu kantor tempat saya bekerja kedatangan tamu dari Kedutaan Besar Korea Selatan (Korsel) di Jakarta. Ternyata tamu dari Kedutaan Besar Korsel itu mencari karyawan yang bertugas menyunting (mengedit) buku pelajaran geografi untuk tingkat SMP dan SMA. Dan karyawan itu adalah saya. Entah kenapa, saat itu kedatangan mereka dibantu oleh salah satu perusahaan sepatu modal asing yang ada di Indonesia.




Kedatangan tim dari Korsel ini sangat positif bagi saya karena mereka mengajak berdiskusi materi tentang Negara Korsel yang ada dalam buku pelajaran, khususnya yang saya edit dan umumnya yang ada di Indonesia. Tim dari Korsel banyak sekali menceritakan keadan negaranya, mulai dari sejarah hingga kemajuannya saat itu. Semua segi: sosial-budaya, ekonomi-industri-pertanian, hingga teknologi. Tentu saja tim dari Korsel ini membawa penerjemah. 


Selain tentang materi bahasan yang umum, tim dari Korsel juga memberikan masukan tentang penamaan (penulisan nama) yang benar menurut mereka, baik penamaan tempat maupun penamaan objek yang lainnya. Sekali lagi, ini tentu masukan yang sangat berharga buat saya. Saya tidak perlu lagi mencari sumber (referensi) untuk materi tentang negara Korsel. Tim dari Korsel tidak dengan tangan kosong saat menemui saya. Mereka juga membawa buku-buku tentang Korsel, di antaranya Facts about Korea, Map of Korea, dan Selamat Datang di Korea. Sudah tentu oleh-oleh buku itu sangat membantu tugas saya.

Sekitar lima bulan yang lalu, saya kedatangan tamu dari Kedutaan Besar Korsel lagi. Kali ini yang mereka angkat untuk didiskusikan adalah tentang penamaan Laut Jepang yang menghubungkan Kepulauan Jepang dengan daratan Korea. Korsel dengan segala salinan dokumennya menginginkan agar nama Laut Jepang di peta yang saya kerjakan diganti menjadi Laut Timur. Mereka tidak menginginkan penamaan seperti pada peta-peta yang umum beredar, yaitu penggunaan tanda kurung: Laut Jepang (Laut Timur).

(Posisi Pulau Dokdo sumber: www.dokdo-takeshima.com)
Selain masalah Laut Jepang itu, Korsel juga berharap agar Pulau Dokdo dimasukkan ke dalam wilayah teritorialnya. Untuk kepentingan ini, tim Korsel membawakan saya buku Dokdo Korea, Dokdo in The Eyes of the World. Sayangnya, peta yang saya kerjakan merupakan peta berskala kecil (angka penyebutnya besar: hingga jutaan) sehingga Pulau Dokdo yang luasnya 64,800 m persegi itu tidak pernah kelihatan. Tentang Pulau Dokdo ini tentu saja Korsel memahami. Mereka hanya menginginkan batas negaranya dengan negara Jepang dibuat berbelok sedikit agar seakan-akan Pulau Dokdo masuk ke dalam teritorialnya.

Bagaimana pun juga, sebagai penyunting buku pelajaran saya tidak dapat menerima secara sepihak keinginan tim Korsel itu. Saya tentu harus mencari referensi lagi, baik tentang Laut Jepang maupun tentang Pulau Dokdo. Terlebih “status” Pulau Dokdo menjadi sengketa dengan Jepang. Sudah barang tentu, lembaga semacam PBB menjadi “perpustakaan” bagi saya.

Korsel bahkan menembus sektor penerbitan buku sekolah demi kedaulatan teritorial wilayahnya dan hal seperti itu belum pernah dilakukan oleh negara lain, bukan hanya di penerbit tempat saya bekerja melainkan juga ke penerbit yang lain. Bahkan mereka siap kehilangan sahabatnya, Jepang.



Nah, selain membawakan buku tak ketinggalan mereka membawakan Korean Ginseng Tea sebagai oleh-oleh buat saya yang kemudiann saya bagikan untuk teman-teman kerja.



Salam teritorial.

No comments:

Post a Comment